Warta Bola | Portal Berita Terpercaya
Jakarta - Mantan Menteri Sekretaris Negara dan Menteri Hukum dan HAM Prof Yusril Ihza Mahendra menilai reklamasi tidak mungkin dilaksanakan kalau akan menimbulkan dampak buruk terhadap lingkungan dan tidak membawa manfaat apapun bagi kepentingan masyarakat, bangsa dan negara.
“Di banyak bagian dunia, reklamasi telah dilakukan. Jika pekerjaan dilaksanakan dengan baik dan seksama, dampaknya sangat positif. Jangan apriori terhadap reklamasi,” katanya di Jakarta, Rabu, menjawab pertanyaan tentang pro kontra atas rencana reklamasi di Teluk Benoa dan Perpres No.51 Tahun 2014.
Yusril memberi contoh Belanda sejak ratusan tahun lalu melakukan reklamasi di bibir pantai dan sungai dengan dampak yang positif. Begitu juga Emirat Arab, Saudi Arabia, Philipina, Hong Kong dan Singapura.
“Jakarta dan Makassar juga melakukan reklamasi,” katanya.
Oleh karena itu, kata Yusril, terhadap suatu rencana reklamasi, termasuk di Teluk Benoa, tidaklah dapat diterima atau ditolak secara a priori, tanpa pemahaman yg mendalam.
Semua pihak yang berkepentingan, katanya, harus diberi ruang publik yang proporsional untuk mengemukakan alasan dan argumentasi secara rasional, agar masyarakat memahami persoalan yang sebenarnya. Selama ini yang terjadi, menurut hemat Yusril, adalah sikap apriori.
Menurut mantan Menteri Sekretaris Negara dan Menkumham itu, Perpres 51/2014 baru secara normatif menyatakan bahwa kawasan Teluk Benoa bukan kawasan konservasi lagi. Keberadaan hutan Bakau Ngurah Rai tetap dipertahankan. Kalau ada pihak yang merencanakan akan melakukan reklamasi, maka tidak cukup menggunakan Perpres 51, tetapi memerlukan berbagai izin dari berbagai instansi Pemerintah.
“Disinilah, Pemerintah yang memutuskan apakah reklamasi yang direncanakan memenuhi syarat atau tidak. Semua pihak tentu dapat memberikan masukan terhadap rencana tersebut, bermanfaat atau tidak. Kalau dirasa bermanfaat, bagaimana caranya agar reklamasi itu membawa manfaat yang maksimal bagi masyarakat Bali khususnya, bangsa dan negara umumnya,” lanjutnya.
Biasa saja dalam demokrasi
Terhadap adanya pihak yang meminta Perpres 51/2014 itu dicabut, Yusril menilai itu hal yang biasa dalam Negara demokrasi.
Yang ia fahami, inisiatif perubahan Perpres yang kini menjadi Perpres 51 datang dari internal Pemerintah. Bahwa Pemerintah mendapat masukan dari kalangan swasta, masyarakat, kelompok kepentingan, atau siapa saja, ya boleh saja. Bahwa terhadap isi Perpres itu ada yang setuju ada yang tidak, biasa saja di negara demokrasi
Yusril menilai keputusan akan dilakukan reklamasi atau tidak, semuanya tergantung kepada keputusan Pemerintah. Pemerintah mengkaji segala sesuatunya dengan mendalam, dengan memperhatikan kepentingan seluruh lapisan masyarakat.
“Jika Pemerintah berpendapat bahwa reklamasi di Teluk Benoa akan membawa manfaat yang besar dalam memelihara kawasan itu dari pendangkalan alami yang terus terjadi tanpa terkendali, maka Pemerintah harus tegas dan tegar dalam bersikap,” katanya.
Menurut Yusril. Presiden terpilih Jokowi tahu dan tidak menghentikan reklamasi di Teluk Jakarta. “Wapres Jusuf Kalla apalagi, beliau langsung atau tidak langsung terlibat reklamasi di Pantai Losari, Makassar,” katanya.
Berdasarkan pengalaman dan latar belakang keduanya berkaitan dengan reklamasi, yang sekarang terpilih menjadi Presiden dan Wapres, mereka tentu dapat menilai apakah Perpres No 51 akan diteruskan atau tidak.
“Di banyak bagian dunia, reklamasi telah dilakukan. Jika pekerjaan dilaksanakan dengan baik dan seksama, dampaknya sangat positif. Jangan apriori terhadap reklamasi,” katanya di Jakarta, Rabu, menjawab pertanyaan tentang pro kontra atas rencana reklamasi di Teluk Benoa dan Perpres No.51 Tahun 2014.
Yusril memberi contoh Belanda sejak ratusan tahun lalu melakukan reklamasi di bibir pantai dan sungai dengan dampak yang positif. Begitu juga Emirat Arab, Saudi Arabia, Philipina, Hong Kong dan Singapura.
“Jakarta dan Makassar juga melakukan reklamasi,” katanya.
Oleh karena itu, kata Yusril, terhadap suatu rencana reklamasi, termasuk di Teluk Benoa, tidaklah dapat diterima atau ditolak secara a priori, tanpa pemahaman yg mendalam.
Semua pihak yang berkepentingan, katanya, harus diberi ruang publik yang proporsional untuk mengemukakan alasan dan argumentasi secara rasional, agar masyarakat memahami persoalan yang sebenarnya. Selama ini yang terjadi, menurut hemat Yusril, adalah sikap apriori.
Menurut mantan Menteri Sekretaris Negara dan Menkumham itu, Perpres 51/2014 baru secara normatif menyatakan bahwa kawasan Teluk Benoa bukan kawasan konservasi lagi. Keberadaan hutan Bakau Ngurah Rai tetap dipertahankan. Kalau ada pihak yang merencanakan akan melakukan reklamasi, maka tidak cukup menggunakan Perpres 51, tetapi memerlukan berbagai izin dari berbagai instansi Pemerintah.
“Disinilah, Pemerintah yang memutuskan apakah reklamasi yang direncanakan memenuhi syarat atau tidak. Semua pihak tentu dapat memberikan masukan terhadap rencana tersebut, bermanfaat atau tidak. Kalau dirasa bermanfaat, bagaimana caranya agar reklamasi itu membawa manfaat yang maksimal bagi masyarakat Bali khususnya, bangsa dan negara umumnya,” lanjutnya.
Biasa saja dalam demokrasi
Terhadap adanya pihak yang meminta Perpres 51/2014 itu dicabut, Yusril menilai itu hal yang biasa dalam Negara demokrasi.
Yang ia fahami, inisiatif perubahan Perpres yang kini menjadi Perpres 51 datang dari internal Pemerintah. Bahwa Pemerintah mendapat masukan dari kalangan swasta, masyarakat, kelompok kepentingan, atau siapa saja, ya boleh saja. Bahwa terhadap isi Perpres itu ada yang setuju ada yang tidak, biasa saja di negara demokrasi
Yusril menilai keputusan akan dilakukan reklamasi atau tidak, semuanya tergantung kepada keputusan Pemerintah. Pemerintah mengkaji segala sesuatunya dengan mendalam, dengan memperhatikan kepentingan seluruh lapisan masyarakat.
“Jika Pemerintah berpendapat bahwa reklamasi di Teluk Benoa akan membawa manfaat yang besar dalam memelihara kawasan itu dari pendangkalan alami yang terus terjadi tanpa terkendali, maka Pemerintah harus tegas dan tegar dalam bersikap,” katanya.
Menurut Yusril. Presiden terpilih Jokowi tahu dan tidak menghentikan reklamasi di Teluk Jakarta. “Wapres Jusuf Kalla apalagi, beliau langsung atau tidak langsung terlibat reklamasi di Pantai Losari, Makassar,” katanya.
Berdasarkan pengalaman dan latar belakang keduanya berkaitan dengan reklamasi, yang sekarang terpilih menjadi Presiden dan Wapres, mereka tentu dapat menilai apakah Perpres No 51 akan diteruskan atau tidak.
0 komentar:
Posting Komentar